Makanan Khas Bali yang Wajib Dicoba: 10 Rasa Otentik dari Tanah Dewata

Temukan 10 makanan khas Bali yang wajib dicoba saat berkunjung. Cita rasa otentik yang bikin rindu pulau Dewata!
idBali

Ada satu hal yang sering bikin orang rindu Bali, bahkan setelah pulang ke kota asal—dan itu bukan cuma pantainya.

Bukan pula senyum hangat orang Balinya. Tapi rasa. Rasa yang nempel di lidah dan tinggal lama di ingatan.

Entah itu pedas khas sambal matah, gurihnya lawar yang kaya bumbu, atau renyah kulit babi guling yang langsung lumer begitu digigit. Makanan khas Bali bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah pengalaman, warisan, bahkan doa yang dibungkus dalam wajan panas dan daun pisang.

Makanan Khas Bali - idbali.com

Di artikel ini, kita akan menjelajah 10 makanan khas Bali yang wajib kamu coba. Bukan cuma buat wisatawan, tapi juga buat kamu yang ingin mengenal Bali lebih dalam lewat cita rasa yang jujur dan otentik.

***

Babi Guling: Hidangan Sakral yang Kini Jadi Ikon Kuliner

Kalau Bali punya satu makanan yang bisa disebut sebagai “simbol rasa” Pulau Dewata, maka jawabannya jelas: Babi Guling.

Awalnya, babi guling bukan makanan harian. Ia disiapkan hanya untuk upacara adat, persembahan, dan momen-momen penting dalam budaya Bali. Prosesnya pun sakral—dimulai dari memilih babi yang sehat, lalu dibumbui dengan campuran rempah lengkap khas Bali seperti base genep, dan dipanggang utuh di atas bara api yang dijaga terus menerus selama berjam-jam.

Hasilnya? Kulitnya renyah, dagingnya juicy, dan aroma bumbunya... luar biasa menggoda. Tak heran kalau banyak yang bilang, "Belum sah ke Bali kalau belum coba babi guling."

Kini, Babi Guling bisa ditemukan di mana-mana. Dari warung lokal hingga restoran besar. Beberapa warung bahkan sudah jadi destinasi wisata kuliner sendiri. Sebut saja Babi Guling Ibu Oka di Ubud, Babi Guling Pak Malen di Seminyak, atau Babi Guling Pande Egi di Gianyar.

Nasi Babi Guling - idbali.com
Nasi Babi Guling 

Biasanya disajikan dalam satu piring berisi potongan daging babi, kulit garing, lawar, urutan (sosis Bali), sambal matah, dan seporsi nasi hangat. Kombinasi yang lengkap, berani, dan membuat lidah berdansa.

Tapi hati-hati, buat yang tidak terbiasa dengan rasa pedas atau bumbu pekat, makanan ini bisa terasa “terlalu Bali.” Dan ya, bagi yang tidak mengonsumsi daging babi karena alasan agama atau pola makan, mungkin harus melewatkan menu ini. Tapi sebagai bagian dari kekayaan kuliner Bali, babi guling adalah legenda rasa yang tak bisa diabaikan.

Ayam Betutu : Cita Rasa Pelan Tapi Dalam

Ayam Betutu - idbali.com

Kalau babi guling adalah makanan yang berani tampil lantang, maka Ayam Betutu adalah makanan yang menyimpan letupan rasa dalam diam. Dari luar mungkin terlihat sederhana—hanya ayam utuh yang dibungkus daun pisang. Tapi begitu dibuka… aromanya langsung menyergap. Wangi rempahnya tajam, menggoda, dan khas Bali banget.

Betutu sendiri adalah nama dari bumbu khas Bali yang sangat kompleks. Campuran bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kemiri, lengkuas, cabai, terasi, dan sederet rempah lain dihaluskan jadi satu. Kemudian, bumbu ini dimasukkan ke dalam rongga ayam dan dilumurkan ke seluruh permukaannya. Ayamnya lalu dibungkus daun pisang, kadang juga dengan pelepah pinang, dan dimasak secara perlahan: dikukus dulu, lalu dipanggang atau dikukus lebih lama agar bumbu benar-benar meresap sampai ke tulangnya.

Prosesnya bisa memakan waktu hingga 6–8 jam. Tapi hasilnya sepadan.

Dagingnya empuk banget, bahkan bisa disuwir dengan sendok. Rasa bumbunya bukan cuma ada di luar, tapi sampai ke dalam dagingnya. Pedasnya berlapis, gurihnya mendalam, dan ada sentuhan wangi asap atau daun yang bikin sensasi makan makin kaya.

Kalau kamu ingin mencoba versi paling populer dan melegenda, kamu bisa mampir ke Ayam Betutu Gilimanuk, yang punya banyak cabang di Denpasar dan Kuta. Untuk pengalaman yang lebih rumahan dan lokal, Warung Pak Sanur di Ubud sering jadi favorit penduduk sekitar. Dan kalau kamu mencari versi betutu dalam setting yang lebih elegan dan cocok untuk keluarga atau tamu asing, Bumbu Bali Restaurant di kawasan Tanjung Benoa bisa jadi pilihan yang pas—bumbunya tetap khas Bali, tapi disajikan dengan nuansa restoran kelas atas.

Bebek Betutu: Versi Lebih Kaya dari Sang Kakak Ayam

Kalau Ayam Betutu adalah lagu syahdu yang pelan tapi menenangkan, maka Bebek Betutu adalah versi simfoninya—lebih kompleks, lebih berani, dan lebih dalam rasa.

Bebek betutu dimasak dengan cara yang sama seperti ayam betutu, menggunakan bumbu base genep khas Bali yang pekat dan kaya rempah. Tapi karena tekstur daging bebek lebih padat dan berlemak, hasil akhirnya jadi lebih intens. Rempahnya meresap lebih dalam, rasa gurihnya lebih nendang, dan aromanya lebih kuat—bahkan sedikit smokey dan earthy, apalagi kalau dibungkus daun dan dimasak dengan bara sekam seperti tradisi asli Bali.

Di beberapa desa di Bali, bebek betutu bahkan dianggap sebagai hidangan untuk tamu kehormatan. Ia bukan sekadar lauk, tapi penghormatan. Karena memasaknya bukan cuma soal teknik, tapi juga soal kesabaran. Minimal butuh 6 sampai 8 jam untuk menghasilkan satu ekor bebek betutu yang empuk, wangi, dan siap disantap.

Bebek Betutu - idbali.com
Bebek Betutu

Kalau kamu ingin mencicipi versi klasik dan penuh sejarah, coba kunjungi Bebek Betutu Men Tempeh di Gilimanuk—tempat ini sudah eksis sejak tahun 1970-an dan dikenal karena mempertahankan cara memasak tradisional yang otentik. Sementara itu, di Ubud, kamu bisa mampir ke Warung Makan Teges atau warung-warung lokal di daerah Peliatan dan Mas yang sering menyajikan bebek betutu rumahan dengan rasa rempah yang tajam dan tidak dikompromikan.

Biasanya, bebek betutu disajikan dengan nasi putih, sambal matah, lawar sayur, kacang goreng, dan kerupuk. Satu piring penuh rasa dan budaya. Dan buat kamu pecinta makanan berbumbu pekat, menu ini bisa dengan mudah jadi favorit selama di Bali.

Nasi Campur Bali: Satu Piring, Banyak Cerita

Setiap pulau punya versinya masing-masing untuk makanan bernama “nasi campur,” tapi Nasi Campur Bali punya karakter yang benar-benar unik. Isinya? Tergantung siapa yang menyajikan. Tapi satu hal yang pasti: rasanya akan penuh kejutan.

Biasanya, sepiring nasi campur khas Bali terdiri dari nasi putih dengan berbagai lauk-pauk seperti ayam suwir berbumbu bali, sate lilit, lawar, sambal matah, urap sayur, kacang goreng, telur, dan kerupuk. Kadang ditambah juga kulit babi guling atau tum ayam, tergantung tempatnya. Kombinasinya bisa berbeda-beda, tapi bumbunya hampir selalu berani dan menggigit.

Yang membuat nasi campur Bali istimewa adalah pengalaman makannya. Dalam satu suapan, kamu bisa merasakan pedasnya sambal matah, gurihnya daging suwir, segarnya urap, dan renyahnya kacang goreng. Rasanya ramai tapi tetap nyambung—seperti keramaian pasar yang tertata rapi.

Nasi Campur Bali - idbali.com
Nasi Campur Bali

Nasi campur ini jadi pilihan favorit banyak orang karena praktis dan ekonomis. Cocok untuk makan siang cepat, tapi tetap memuaskan. Kamu bisa menemukan nasi campur Bali di hampir setiap sudut pulau, mulai dari warung sederhana di pinggir jalan hingga restoran dengan presentasi modern.

Kalau kamu ingin mencoba versi paling ramai dan legendaris, mampirlah ke Warung Wardani di Denpasar atau Tuban—mereka dikenal menyajikan nasi campur dengan lauk komplet dan bumbu khas Bali yang otentik. Sementara itu, di Ubud, kamu bisa menjajal Nasi Campur Ayam Kedewatan Ibu Mangku yang jadi langganan banyak turis dan juga warga lokal. Rasanya pedas, berani, dan benar-benar bikin kangen.

Lawar: Tradisi yang Dipotong Halus

Di Bali, makanan bukan cuma soal rasa. Tapi juga soal tradisi. Dan Lawar adalah salah satu yang paling mencerminkan hal itu. Ia bukan sekadar lauk, tapi simbol dari gotong royong, kesakralan, dan kehidupan sosial orang Bali.

Lawar adalah campuran sayur (biasanya kacang panjang), parutan kelapa, dan daging cincang—yang bisa dari ayam, babi, atau bahkan bebek—dengan bumbu base genep yang diulek bersama. Di versi tradisionalnya, lawar bahkan bisa mengandung darah segar dari hewan sembelihan, yang dicampurkan langsung agar warnanya kemerahan dan rasanya lebih “nglawar” (kuat dan khas). Tapi tenang, banyak juga versi modern yang sudah tidak menggunakan darah dan tetap nikmat.

Rasanya? Gurih, pedas, aromatik, dan sedikit smoky dari kelapa sangrai. Teksturnya juga menarik: ada renyah dari kacang panjang, lembut dari kelapa, dan kenyal dari daging. Biasanya disajikan sebagai pendamping utama nasi campur atau babi guling. Tapi buat orang Bali, lawar itu bisa berdiri sendiri. Ia bisa jadi lauk utama, sekaligus makanan identitas.

Lawar - idbali.com
Lawar Ayam

Menariknya, membuat lawar itu bukan kerja satu orang. Di banyak desa, proses pembuatannya dilakukan bareng-bareng, terutama saat ada upacara adat. Para pria akan berkumpul pagi-pagi, membawa pisau dan talenan masing-masing, lalu mulai memotong, mencampur, dan membumbui bersama. Ada suasana kebersamaan yang hangat dari balik setiap adukan lawar.

Kalau kamu ingin mencicipi lawar yang benar-benar khas, coba mampir ke Lawar Kuwir Men Lari di Gianyar yang terkenal dengan lawar dari daging bebek. Atau ke warung-warung babi guling seperti Ibu Oka di Ubud yang biasanya menyajikan lawar sebagai bagian dari paket lengkap. Di sana, kamu bisa merasakan versi otentik—pedasnya tajam, rempahnya berani, dan rasanya bikin mata melek.

Sate Lilit: Sate yang Tak Sekadar Ditusuk

Kalau biasanya sate dibuat dari potongan daging yang ditusuk dan dibakar, maka di Bali, orang punya cara yang lebih kreatif—dan lebih berani soal rasa. Namanya Sate Lilit.

Alih-alih dipotong, daging untuk sate lilit dihaluskan terlebih dahulu. Bisa dari ikan tenggiri, ayam, bahkan babi. Daging cincang ini kemudian dicampur dengan kelapa parut, santan, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, cabai, kunyit, lengkuas, dan sederet rempah lainnya. Campuran ini lalu “dililitkan” ke batang bambu pipih atau batang serai yang aromatik—bukan ditusuk seperti sate biasa.

Hasilnya adalah sate dengan tekstur lembut, rasa yang kaya, dan aroma bakaran yang menggoda. Saat dibakar, batang serai yang jadi pegangan juga mengeluarkan wangi khas yang meresap ke dalam daging. Satu gigitan, dan kamu akan langsung tahu: ini bukan sate biasa.

Sate lilit biasanya disajikan bersama nasi campur, lawar, atau bebek/ayam betutu. Tapi bisa juga jadi sajian utama sendiri, lengkap dengan sambal matah dan sayur urap. Karena rasanya yang kaya, kamu nggak butuh banyak tambahan. Ia sudah berdiri kuat dengan sendirinya.

Sate Lilit - idbali.com
Sate Lilit 

Kalau kamu mencari versi sate lilit yang konsisten enak dan cocok untuk semua selera, mampirlah ke Warung Bumbu Bali di kawasan Tanjung Benoa. Restoran ini terkenal di kalangan wisatawan dan sering disebut sebagai salah satu tempat terbaik untuk menikmati kuliner Bali yang autentik, termasuk sate lilitnya yang juicy dan kaya rempah.

Yang jelas, sate lilit adalah salah satu kuliner yang menunjukkan betapa kaya dan uniknya kreativitas dapur Bali. Sate ini bukan hanya soal daging dan tusuk, tapi soal filosofi meracik rasa dalam bentuk yang menyenangkan.

Nasi Tepeng: Sarapan Hangat ala Bali yang Lembut dan Kaya Rasa

Buat kamu yang terbiasa sarapan dengan roti atau bubur, mungkin akan kaget ketika mencoba Nasi Tepeng. Ini bukan bubur, bukan juga nasi biasa—tapi semacam perpaduan keduanya yang lembut, kaya rasa, dan sangat khas Bali.

Nasi tepeng berasal dari Gianyar, salah satu kabupaten di Bali yang kuat banget mempertahankan tradisi. Tekstur nasinya sedikit lembek, hampir seperti nasi uduk yang dimasak agak cair. Tapi justru di situlah daya tariknya. Nasi ini dimasak bersama rempah dan santan, lalu disajikan dengan aneka lauk seperti kacang panjang, terong, nangka muda, ayam suwir, telur rebus, dan taburan kelapa parut berbumbu.

Yang bikin nasi tepeng terasa spesial adalah bumbu rempahnya. Campuran kunyit, lengkuas, cabai, dan bawang menciptakan rasa gurih pedas yang hangat di perut. Sering kali ditambahkan sambal dan kerupuk kulit untuk menambah tekstur dan sensasi makan.

Nasi Tepeng - idbali.com
Nasi Tepeng

Di Gianyar, nasi tepeng bukan cuma sarapan—tapi juga bagian dari identitas kuliner lokal. Makanan ini sering dijual di pagi hari, terutama di pasar-pasar tradisional. Salah satu yang paling terkenal adalah Nasi Tepeng Ibu Sire di Pasar Senggol Gianyar. Warung kecilnya selalu ramai sejak subuh, dan sering habis sebelum pukul 9 pagi. Banyak warga lokal maupun wisatawan sengaja datang lebih awal hanya untuk mencicipinya.

Makanan ini cocok buat kamu yang ingin mencoba kuliner Bali di luar babi guling atau sate lilit. Rasanya lembut tapi kuat, sederhana tapi berkarakter. Dan yang paling penting: terasa sangat Bali.

Serombotan: Warna-Warni Sayur dengan Rasa yang Berani

Kalau kamu mengira makanan berbahan dasar sayur itu membosankan, kamu belum kenal Serombotan. Hidangan khas dari Bali bagian timur, khususnya Klungkung, ini adalah bukti bahwa sayur bisa tampil berani—dengan rasa, warna, dan karakter yang kuat.

Serombotan terdiri dari aneka sayuran rebus seperti bayam, kangkung, kecipir, kacang panjang, tauge, dan terong bulat. Sayur-sayur ini lalu disiram dengan campuran bumbu kacang, kelapa parut, dan sambal pedas. Sekilas mirip pecel atau gado-gado, tapi jangan salah—bumbu serombotan punya rasa yang jauh lebih tajam dan khas Bali banget. Ada rasa smoky dari kelapa sangrai, pedas menyengat dari cabai rawit, dan wangi daun jeruk yang bikin aromanya menonjol.

Uniknya, serombotan sering kali menggunakan sambal nyuh (kelapa pedas) dan sambal embe (bawang goreng cabai) dalam satu piring. Jadi tiap suapan bisa beda rasa: kadang gurih, kadang pedas, kadang manis pedas yang ngegigit.

Serombotan - idbali.com
Serombotan 

Walaupun berbahan dasar sayur, serombotan bukan hanya lauk pelengkap. Di banyak tempat, ia disajikan sebagai menu utama, lengkap dengan nasi hangat dan tahu/tempe goreng. Bahkan banyak yang menikmatinya tanpa nasi—cukup serombotan saja, sudah bikin puas.

Kalau kamu ingin merasakan serombotan versi klasik, cobalah mampir ke Pasar Senggol Klungkung saat pagi atau sore hari. Di sana ada beberapa penjual legendaris yang sudah berjualan puluhan tahun dengan resep turun-temurun. Selain itu, di Denpasar juga mulai banyak warung makan yang menyajikan serombotan sebagai alternatif sehat dan vegan-friendly dalam balutan cita rasa lokal yang otentik.

Buat kamu yang vegetarian atau ingin sesuatu yang ringan namun tetap berani soal rasa, serombotan wajib masuk daftar kuliner saat menjelajahi Bali.

Tipat Blayag: Cita Rasa Lembut dari Buleleng yang Autentik

Kalau kamu ingin menjelajahi Bali di luar jalur wisata mainstream, Tipat Blayag bisa jadi permata tersembunyi. Makanan sarapan khas Buleleng ini berbentuk ketupat memanjang (blayag) disajikan dengan kuah santan rempah, suwiran ayam, sate lilit ikan, sayur urap, serta taburan kacang dan kerupuk—hingga menjadi menu yang gurih, hangat, dan penuh karakter .

Untuk versi yang mudah diakses, kamu bisa coba Warung Sari Lestari di Jalan Nangka Selatan No. 3, Denpasar Utara. Warung ini sudah 18 tahun mempertahankan resep asli blayag dari Karangasem dan Buleleng, dengan tekstur tipat lembut dan kuah santan rempah yang kental .

Tipat Blayag - idbali.com
Tipat Blayag 

Kalau kamu sedang di utara Bali, khususnya kawasan Tejakula atau Bondalem, coba mampir ke warung milik Nyoman Reti di Bondalem (tepat di pinggir jalan raya Singaraja–Amlapura). Setiap hari ia menyajikan tipat blayag lengkap: ketupat lembut, sate lilit ikan, suwiran ayam, sambal matah, dan urap sayur—dengan harga sangat ramah sekitar Rp 15 rb per porsi .

Tipat Blayag bukan cuma soal rasa. Ia menyimpan tradisi gotong royong dan kekayaan budaya—dengan ceritera sarapan riuh di pasar tradisional saat matahari baru muncul.

Tipat Cantok: Sederhana Tapi Mengikat Rasa

Di antara banyaknya kuliner Bali yang penuh daging dan rempah, Tipat Cantok muncul sebagai pilihan yang lebih ringan, tapi tetap penuh rasa. Makanan ini sangat populer di kalangan warga lokal, terutama sebagai camilan sore atau makan siang ringan. Tapi jangan salah, rasa dan teksturnya bisa bikin ketagihan.

Secara tampilan, Tipat Cantok terlihat seperti perpaduan antara gado-gado dan ketoprak. Isi utamanya adalah tipat (ketupat), sayuran rebus seperti kangkung, tauge, dan kacang panjang, yang kemudian “dicantok” (ditekan atau diulek) bersama bumbu kacang. Di atasnya biasanya ditambahkan taburan kacang goreng, sambal pedas, dan kadang-kadang kerupuk untuk tambahan tekstur.

Yang membuat Tipat Cantok khas Bali bukan cuma karena penggunaan tipat sebagai bahan utama, tapi juga rasa bumbu kacangnya yang lebih gurih dan sedikit pedas dibandingkan versi Jawa. Campuran bawang putih, terasi, jeruk limau, dan cabai rawit membuat saus kacangnya lebih wangi dan menggigit.

Tipat Cantok - idbali.com
Tipat Cantok 

Makanan ini sering dianggap sebagai “street food-nya” orang Bali, tapi seiring waktu, Tipat Cantok mulai muncul di banyak restoran sebagai menu pembuka atau pilihan vegetarian. Rasanya ringan tapi bikin puas, cocok buat yang pengen kulineran tanpa harus kekenyangan.

Kalau kamu ingin mencoba yang benar-benar otentik, cobalah ke Pasar Badung atau Pasar Kreneng di Denpasar saat pagi atau sore. Di sana, banyak penjual tipat cantok legendaris yang sudah berjualan sejak puluhan tahun lalu. Dan jika kamu jalan jalan di Denpasar banyak warung makanan yang menjual tipat cantok, seperti Men Runtu, Men Gege atau Warung Tipat Bu Lonyok.

Tipat Cantok adalah penutup yang pas untuk daftar ini—sederhana, merakyat, dan membuktikan bahwa kuliner Bali nggak harus mewah untuk membuat lidah jatuh cinta.

Wah, bener juga bro! Harus kita akhiri dengan penutup yang naratif dan menyentil khas artikel ala idBali. Langsung aku buatkan ya, biar artikel ini benar-benar utuh dan ngena:

***

Menjelajahi Bali Lewat Rasa, Bukan Hanya Tempat


Banyak orang datang ke Bali untuk pantai, pura, atau sawah yang hijau. Tapi sesungguhnya, salah satu cara terbaik untuk benar-benar mengenal Bali… adalah lewat piring makannya.

Dari babi guling yang lantang, hingga tipat cantok yang sederhana—setiap makanan khas Bali membawa cerita. Tentang tradisi yang dijaga, keluarga yang berkumpul, doa-doa yang dibungkus dalam daun, dan tangan-tangan penuh cinta yang memasak sejak subuh.

Makanan di Bali bukan hanya soal kenyang. Tapi tentang rasa yang melekat, tentang kenangan yang diam-diam tumbuh dari suapan pertama.

Jadi kalau kamu ke Bali, jangan cuma foto-foto dan jalan-jalan. Duduklah di warung lokal. Cicipi rasa yang tidak dibuat tergesa. Dan izinkan lidahmu ikut berwisata—menyusuri jejak rempah, peluh dapur, dan cerita panjang dari sebuah pulau yang tak pernah habis untuk dijelajahi.